01 Februari 2012

Taman Nasional Komodo: Sepenggal Surga di Bumi Khatulistiwa


Komodo! Tentu banyak dari kita yang tahu bahwa itu nama reptil purba yang masih tersisa pada zaman sekarang. Kita juga pasti sepakat apabila hewan melata yang hanya terdapat di Indonesia khususnya Nusa Tenggara Timur ini perlu dilestarikan keberadaannya. Tapi, Taman Nasional Komodo! Tentu belum banyak yang pernah mengunjunginya. Selain aksesibilitas dan lokasi yang cukup jauh, menjadikan obyek wisata ini belum dijadikan prioritas kunjungan wisata terutama bagi wisatawan domestik.


Dari Jakarta, Pulau Komodo dapat dijangkau melalui Denpasar diteruskan dengan penerbangan Denpasar ke Labuan Bajo. Ketika berencana mengunjungi P. Komodo, yang yang terlintas di dalam benak saya penerbangan antara Denpasar-Labuan Bajo menggunakan pesawat udara kecil yang bermesin baling-baling. Namun saat mengunjungi P. Komodo bulan April 2010 lalu ternyata dugaan itu meleset.. Penerbangan Jakarta-Denpasar ditempuh menggunakan penerbangan reguler dengan banyak pilihan maskapai penerbangan, sedangkan penerbangan Denpasar-Labuan bajo (Kota terdekat yang menjadi pintu gerbang memasuki Taman Nasional Komodo) ditempuh dengan penerbangan Aviastar. Perusahaan penerbangan ini mengoperasikan pesawat Britis Aerospace Bae 146-200 yang bermesin jet 4 buah berkapasitas 84 penumpang, dengan waktu tempuh 55 menit.

Perjalanan Denpasar-Labuan Bajo cukup nyaman untuk dinikmati walaupun cuaca berawan, namun tidak banyak mengalami guncangan dan pesawatpun mendarat dengan mulus. Sepanjang penerbangan Denpasar-Labuan Bajo apabila cuaca cerah, kita dapat menikmati keindahan alam pulau Nusapenida serta puncak Gunung Rinjani di P. Lombok dan Gunung Tambora di P. Sumbawa.


Labuah Bajo merupakan pintu gerbang untuk memasuki kawasan Taman Nasional Komodo, karena merupakan kota kabupaten terdekat dari kawasan konservasi ini. Begitu menginjakkan kaki di bandara, atmosfer komodo sudah terasa. Betapa tidak, begitu kita keluar dari pesawat, para penumpang akan disambut replika komodo yang terletak persis di depan papan nama bandara yang juga bernama Bandar Udara Komodo. Atmosfer komodo lebih terasa lagi saat memasuki ruang dalam bandara yang terbilang sederhana ini. Di dinding bagian dalam bandara banyak terpampang informasi dan reklame yang berkaitan langsung dengan komodo dan obyek wisata alam lainnya di sekitar Labuan Bajo.


Komodo (Varanus komodoensis) merupakan hewan langka yang masih tersisa di NTT, sehingga keberadaanya pun hanya di tempat-tempat tertentu saja. Reptil ini hanya dapat dijumpai di tiga pulau besar yaitu P. Rinca, P. Padar dan P. Komodo serta sedikit di P. Flores. Untuk mencapai ketiga pulau tersebut dapat ditempuh dengan speed boat atau kapal kayu yang banyak disewakan di pelabuhan laut Labuan Bajo. Waktu tempuh menggunakan speed boat sekitar 40 menit menuju P. Rinca dan satu jam hingga P. Komodo. Sedangkan jika menggunakan kapal kayu bisa membutuhkan waktu antara 3-4 jam. Selama dalam perjalanan menuju kedua pulau itu kita disuguhi pemandangan laut yang menarik. Disamping lekuk-lekuk bukit yang bisa disaksikan dari lautan, jika beruntung kita bisa melihat sekawanan ikan lumba-lumba menari di sekitar perahu. Hal ini akan menjadikan kita merasa bahwa di sisi lain di dunia ini masih ada tempat yang sangat cantik dan perlu perhatian kita untuk turut melestarikan dan menjaganya.


Taman Nasional Komodo yang kita kenal saat ini merupakan kawasan eksotis di belahan timur Indonesia yang sudah diupayakan kelestariannya sejak zaman Belanda. Tahun 1938 kawasan ini oleh Residen Flores ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa. Ketika itu baru ditetapkan hanya dua pulau yaitu Pulau Rinca dan Pulau Padar. Kemudian tahun 1965 disusul penetapan Suaka Margasatwa Pulau Komodo. Namun, jauh sebelum itu yaitu tahun 1912 Sultan Bima telah mengeluarkan surat keputusan untuk melindungi satwa komodo yang pertama kali ditemukan oleh JKH Van Steyn. Setahun kemudian satwa tersebut diberi nama Varanus komodoensis oleh PA. Owens.


Selanjutnya pada 6 Maret 1980, Menteri Pertanian menunjuk P. Komodo, P. Padar, dan P. Rinca sebagai Taman Nasional Komodo, yang terletak di ujung barat Propinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di antara Pulau Sumbawa (NTB) dan Pulau Flores (NTT). Secara administratif kawasan ini terletak di dalam wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Rupanya dunia pun melihat kawasan TN Komodo perlu dilindungi dan dilestarikan. Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, UNESCO tahun 1986 telah menetapkan TN Komodo sebagai Cagar Biosfer (Man and Biosphere Reserve) dan tahun 1991 menetapkan TN Komodo sebagai World Heritage Site.


Pada zaman pemerintahan Soeharto tahun 1992 Komodo ditetapkan oleh Presiden RI sebagai Simbol Nasional dan pada tahun itu juga pada kawasan ini ditetapkan Perubahan fungsi Suaka Margasatwa P. Komodo, P. Rinca dan P. Padar seluas 40.728 Ha dan Penunjukan Perairan Laut seluas 132.572 Ha menjadi Taman Nasional Komodo. Kondisi alam kawasan TN Komodo cukup unik, terdapat padang savana yang luas dan didominasi oleh pohon lontar (Borassus flabellifer). Kawasan TN. Komodo terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen Sahul dan Sunda. Kawasan ini terbentuk akibat gesekan antara kedua lempengan tersebut yang menimbulkan letupan vulkanis besar sehingga tekanannya menyebabkan pengangkatan terumbu karang. Fenomena vulkanis itulah yang menjadikan pulau-pulau di kawasan TN. Komodo.


Komodo Barat, oleh para ahli diperkirakan terbentuk pada era jurasic atau sekitar 130 juta tahun lalu, sedangkan Komodo Timur, Rinca, dan Padar, diperkirakan terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau tersebut berubah terus menerus melalui proses erosi dan penumpukan. Berdasarkan geologis berskala 1:250.000 oleh Van Bemmelen tahun 1949, formasi batu yang tersebar di TN. Komodo adalah formasi andesit, deposit vulkanis dan formasi efusif. Itulah sebabnya kondisi alam di sini sangat unik.


Selain kondisi daratan yang unik dan sedap dipandang mata, kondisi bawah lautnya pun sangat mempesona. Banyak turis mancanegara yang melakukan snorkeling dan diving di kawasan ini. Berdasarkan informasi dari Balai TN Komodo, terdapat tidak kurang dari 1000 spesies ikan hidup di habitat terumbu karang di TN Komodo. Potensi lainya yaitu keberagaman kerumbu karang yang melebihi 385 spesies koral tumbuh di perairan ini. Hal inilah yang mampu menyedot wisatawan lebih dari 36 ribu orang tahun 2009 lalu. Selain turis yang datang melalui pelabuhan laut Labuan Bajo, mereka juga kerap hadir menggunakan kapal pesiar cruise yang berkapasitas 500 hingga seribu orang. Tahun lalu saja sebanyak 24 kapal cruiser membuang sauh untuk menikmati keindahan darat dan laut kawasan ini.

Namun mengingat tujuan pengelolaan TN Komodo adalah untuk konservasi, maka jumlah turis yang diijinkan untuk mengunjungi kawasan ini harus dibatasi. Untuk sekali kunjungan jumlah pengunjung tidak boleh melebihi 500 orang. Dengan demikian perlu ada pengaturan agar kelestarian kawasan ini tetap terjaga dengan baik.

Dilihat dari kepentingan turisme kawasan ini memang sangat menarik dan mampu menyedot devisa, namun sarana dan prasarana yang ada di kota Labuan Bajo kurang mendukung untuk itu. Masih banyak jalan yang kondisinya buruk dengan lubang besar di sana sini, yang tentunya akan mengurangi kenyamanan para turis. Di samping itu pasokan listrik PLN dan kebutuhan air bersih juga kadang masih menjadi masalah yang dihadapi penduduk ibukota Kabupaten Manggarai Barat ini.


Reptil Komodo

Komodo aktif pada siang hari, walaupun terkadang aktif juga pada malam hari. komodo adalah binatang penyendiri, hewan yang beratnya bisa mencapai 70 kilogram ini biasanya berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1-3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi harinya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas


Saat ini habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia, oleh karenanya IUCN memasukkan komodo sebagi spesies yang rentan terhadap kepunahan dan oleh CITES Convention dimasukkan dalam kategori Apendiks I CITES. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Komodo, jumlah komodo di habitat aslinya tinggal 2.500 ekor dan sifat komodo yang kanibal dikhawatirkan akan terjadi kepunahan lebih cepat.


Ada hal unik yang kami temui di Pulau Rinca tentang komodo,yaitu pada saat akan bertelur, reptil ini tidak menggali lubang sendiri melainkan memanfaatkan lubang yang dibuat oleh burung gosong (Megapodius reinwardti). Burung langka ini menggali lubang cukup besar untuk menyimpan telur-telurnya agar tidak dimakan oleh hewan lain. Lubang ini juga dimanfaatkan oleh komodo untuk menyimpan telur-telur mereka setelah komodo memakan telur burung gosong sebelumnya. Uniknya lagi telur komodo itu kemudian ditimbun kembali oleh burung gosong. Setelah menetas, anak komodo secara naluriah akan memanjat pohon di sekitarnya guna menghindari agar tidak dimangsa oleh hewan yang lebih besar. Komodo kecil akan hidup di pepohonan hingga usia dua sampai tiga tahun hingga kondisinya kuat untuk hidup di permukaan tanah. Selama hidup di pepohonan, anak komodo memangsa serangga, tokek, belalang dan binatang kecil lainnya sebagai mangsa. Dari ketiga pulau besar yang terdapat komodo di gugusan pulau-pulau TN Komodo, populasi komodo terbanyak adalah di Pulau Rinca. Di sini satwa melata ini relatif mudah dijumpai. Tidak terlalu jauh setelah kami menginjakkan kaki di dermaga Loh Buaya, seekor komodo “menghadang” rombongan kami di tengah jalan menuju guest house. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, kamera langsung diarahkan pada “model” yang berpose dengan anggunnya.

Untuk menjumpai komodo di P. Rinca, menurut pemandu/ranger dari Polhut TN Komodo, kita dapat menempuh tiga trek yang tersedia. Paket pertama adalah short trek, yang dapat ditempuh selama setengah jam. Trek berikutnya yaitu medium trek ditempuh sekitar satu jam 30 menit. Dan trek terpanjang yaitu long trek, ditembuh kira-kira dua jam berjalan kaki. Trek di Pulau Rinca merupakan salah satu dari dua lokasi trekking yang diperuntukkan bagi wisatawan. Areal trekking lainnya terdapat di Pulau Komodo dengan kondisi trek yang tidak jauh berbeda.

Saat kami menyusuri Pulau Rinca yang didominasi savana dan pohon lontar ini, beruntung dapat menjumpai beberapa ekor komodo yang sedang sabar menunggu mangsa dua ekor kerbau liar yang terbaring lemas di dalam kubangan lumpur. Menurut informasi dari pemandu kami, kerbau liar itu sudah digigit komodo sekitar seminggu sebelumnya, sehingga lukanya terinfeksi dan menyebabkan kerbau akan mati perlahan-lahan. Liur komodo mengandung bakteri yang bisa menyebabkan mangsa yang digigitnya akan terinfeksi dan menemui ajalnya beberapa hari kemudian. Saat itulah para komodo akan memangsa korbannya secara berebutan. Komodo mempunyai penciuman yang sangat tajam. Bau yang paling mudah dicium adalah bau darah segar dan bau bangkai. Komodo mampu mencium bau tersebut hingga jarak 5 kilometer.


Dari berbagai penelitian, liur komodo di samping mengandung bisa juga memiliki berbagai bakteri mematikan di dalamnya. Lebih dari 28 aneka bakteri terdapat di dalamnya. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo adalah bakteri Pasteurella multocida. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya. Bagi hewan kecil, gigitan komodo dapat langsung mematikannya. Namun untuk hewan besar seperti rusa atau kerbau, gigitan komodo tidak langsung membunuhnya. Biasanya mangsa itu dapat melarikan diri dan umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi.


Walaupun didominasi oleh komodo, namun reptil lainnya pun dapat dijumpai di kawasan TN Komodo. Terdapat 34 jenis diantaranya ular kobra (Naja naja), ular russel (Viperia russeli), ular pohon hijau (Trimeresurus albolabris), ular sanca (Python sp.), ular laut (Laticauda colubrina), kadal (Scinidae, Dibamidae, dan Varanidae), tokek (Gekko sp.), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu hijau (Chelonia mydas).

Petualangan dilanjutkan menuju perbukitan yang merupakan panorama point untuk memandang keadaan alam sekeliling pulau termasuk keindahan laut yang tampak menggugah rasa betapa kebesaran Sang Pencipta hadir di hadapan mata. Rasanya tak salah bila mengutip syair lagu yang dinyanyikan grup vokal legendaris Bimbo, bahwa alam yang terhampar di depan mata ini tercipta ketika Tuhan tersenyum. Subhanallah betapa agung ciptaanMu. Di sini dapat disaksikan panorama dan bentang alam yang cukup fantastik karena keterwakilan berbagai tipe ekosistem dapat disaksikan dari tempat ini.

Kelelahan yang mendera kami setelah menempuh perbukitan dan bebatuan dalam Iklim TN. Komodo yang berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk klasifikasi sangat kering, seolah lenyap ketika menyadari keberadaan kami di tempat indah ini.

Secara keseluruhan topografi Taman Nasional Komodo bergelombang, terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung. Di beberapa tempat terdapat lereng yang terjal dan curam dengan kemiringan mencapai 80 % dan ketinggiannya berkisar antara 0-735 m dpl. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Satalibo (735 m dpl) terletak di P. Komodo, dan Gunung Ora (667 m dpl) di P. Rinca. Padang savana yang mendominasi daratan, dengan keadaan alam yang kering terbatas sumber mata air tawar dan suhu udara yang panas merupakan habitat baik bagi reptil purba komodo. Ekosistem TN. Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi dan curah hujan rendah.


Potensi Kawasan Laut

TN Komodo selain menyimpan potensi keunikan dan keindahan alam di daratan, juga tidak kalah penting potensi yang berada di dalam kawasan lautnya. Terumbu karang di kawasan ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang 95% terdiri dari turis mancanegara. Terumbu Karang yang ada merupakan komunitas yang terdiri dari sejumlah tumbuhan dan satwa perairan laut, baik yang hidup maupun yang telah mati. Terumbu karang di TN Komodo merupakan habitat penting bagi sekitar 1000 jenis ikan, seperti; barakuda, bengkolo, kerapu, kakap, serta jenis lainnya seperti lumba-lumba, pari manta, paus, gurita, penyu hijau, penyu lekang, penyu sisik, kuda laut, dan lobster. Selain itu di perairan TN Komodo juga dapat dijumpai lebih dari 250 jenis koral pembentuk karang, tak kurang dari 105 jenis crustaceae, dan 70 jenis bunga karang.


Keindahan alam bawah laut ini bisa dinikmati cukup dengan snorkeling di sekitar pantai berpasir yang banyak terdapat di kawasan ini. Lokasi terbaik dan banyak digemari para wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkeling adalah di sekitar pantai merah. Namun sangat disayangkan ketika kami melakukan snorkeling di lokasi ini, selain menjumpai keindahan terumbu karang, kami juga menjumpai beberapa terumbu karang yang rusak di beberapa titik. Menurut penjelasan Vincensius Latif Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Taman Nasional Komodo, hal ini disebabkan jangkar yang diturunkan oleh beberapa perahu yang mengantar para turis untuk menikmati keindahan alam bawah laut. Untuk menghindari agar hal serupa tidak terjadi kembali, pihaknya akan membuat semacam pelampung (buoy) yang mengapung dipermukaan laut sebagai tempat menambatkan perahu agar tidak menurunkan jangkar pada lokasi tersebut.


Keanekaragaman terumbu karang akan lebih indah lagi bila dilakukan dengan cara menyelam (diving). Bagi para penyelam dan penikmat keindahan bawah laut, perairan TN Komodo merupakan surga untuk dinikmati, karena keindahannya jarang bisa ditemui di tempat lain di belahan bumi ini.


Masih banyak lokasi indah lainnya yang dapat dinikmati di TM Komodo, beberapa lokasi yang menarik untuk dikunjungi adalah: Loh Sebita, yang merupakan daerah mangrove dan aktivitas yang cukup menarik untuk dilakukan adalah pengamatan burung serta trekking; Loh Buaya yang terletak di Pulau Komodo dengan aktivitas yang dapat dilakukan antara lain pengamatan satwa komodo, rusa, kerbau, burung, monyet ekor panjang, kuda liar, pengamatan burung, bermain kano, dll. Obyek menarik lainnya adalah Pulau Kalong, dengan aktivitas yang dapat dikunjungi antara lain pengamatan koloni kelelawar dalam jumlah yang cukup besar. Pengamatan paling menarik dilakukan pada saat sore hari di mana kelelawar mulai keluar untuk mencari makan.

Selain lokasi tersebut masih terdapat 36 titik penyelaman di dalam kawasan TN. Komodo yang sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara untuk menyelam dan snorkeling antara lain: Pulau Tatawa, Gililawa Laut, Loh Dasami, Pillar Steen, Batu Bolong, dan Taka Makasar.

Kendala

Tidak selamanya pengelolaan TN Komodo berjalan mulus dan lancar, dalam perjalanannya berbagai kendala dihadapi. Salah satu hal yang menjadi kendala yang mengancam kelestarian adalah masih adanya nelayan yang mengambil ikan di dalam kawasan taman nasional. Hal ini disebabkan potensi ikan yang ada di kawasan konservasi ini sangat banyak dan beragam. Keberagaman dan populasi ikan yang besar ini akibat habitat yang masih terjaga dengan baik. Hal inilah yang menjadi daya tarik para nelayan untuk mendekati kawasan guna mencari ikan. Informasi yang kami dapatkan dari pihak TN Komodo, kawasan TN Komodo merupakan daerah yang paling banyak ikannya di wilayah timur Indonesia. Padahal luasan laut di kawasan konservasi ini hanya 2% dari luas laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mengantisipasi hal ini, Balai TN Komodo selalu melakukan patroli rutin untuk mengamankan kawasan dan menghalau para nelayan.


Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah jumlah penduduk yang terdapat di Pulau Komodo. Hingga saat ini terdapat 1.360 penduduk yang menghuni pulau Komodo dan 700 jiwa orang menghuni P. Rinca. Jumlah ini perlu dipertahankan jangan sampai terus bertambah sehingga akan memperluas lahan untuk tempat tinggal mereka. Kebutuhan lahan yang makin luas akan mengancam kelestarian dan habitat reptil komodo di kawasan ini.

Kendala lain yang dihadapi adalah kurangnya dukungan finansial dari Kabupaten Manggarai Barat. Padahal Sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang potensial menghasilkan devisa besar, baik secara langsung maupun multiplier effect-nya, TN Komodo hingga saat ini tidak memperoleh anggaran dari APBD Manggarai Barat.

Tujuh Keajaiban Alam Dunia

Dunia sekarang sedang memilih tujuh keajaiban alam dunia melalui voting di internet. Kontes ini diberi nama New 7 Wonders of Nature yang digagas oleh New Open World Foundation bekerjasama dengan The United Nation Office for Partnership yang berpusat di Swiss. Pemilihan ini berlangsung sejak 2008 dan akan berakhir Juni 2011. TN Komodo berhasil lolos seleksi tahap I (Januari 2007-31 Desember 2008) dan tahap II (Januari –Juli 2009). Bulan Juli 2009, ditetapkan masuk 77 nominasi yang berasal 427 nominasi yang berasal dari 223 negara di seluruh dunia. Pada seleksi berikutnya, TN Komodo berhasil maju ke babak final (tahap III) yang hanya tinggal 28 nominasi. Saat ini TN Komodo masuk dalam 14 besar dari 28 calon.

Agar TN. Komodo dapat memimpin atau masuk dalam 7 besar diperlukan partisipasi aktif kita semua dengan melakukan vote komodo. Untuk itulah mari kita dukung TN Komodo sebagai satu-satunya perwakilan dari Indonesia untuk menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, melalui situs http://www.new7wonders.com. Hasil pemilihan akan diumumkan pada 11 November 2011*(R A)

31 Juli 2009

KAYU KARET Sebagai SUBSTITUSI KAYU HUTAN ALAM

Pembatasan penggunaan kayu yang berasal dari hutan alam sebagai bahan baku industri, bukanlah hal yang mencemaskan bagi pelaku industri kehutanan. Hal ini justru harus dijadikan tantangan agar industri tetap bertahan dan tidak terjadi pengurangan bahkan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan. Berbagai upaya yang bisa ditempuh antara lain melalui efisiensi penggunaan mesin dan penggantian sumber bahan baku yang berasal dari kayu hutan tanaman, hutan rakyat ataupun perkebunan
Sesuai Peraturan Pemerintah No.34/2002, kapasitas izin industri primer hasil hutan tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari dan sumber bahan baku industri primer hasil hutan selain dari hutan alam, dapat pula berasal dari hutan tanaman, hutan hak dan hasil dari perkebunan berupa kayu.
Guna mendukung program pelestarian hutan dengan cara tidak menggunakan kayu yang berasal dari hutan alam sebagai bahan baku industri kayu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah melakukan revitalisasi industri kehutanan. Program revitalisasi industri kehutanan yang dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan berupa: Perbaikan perizinan industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) dari bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan alam menjadi bahan baku kayu yang berasal dari hutan tanaman ataupun hutan rakyat; Mempermudah proses dan prosedur perizinan untuk industri yang menggunakan bahan baku kayu yang berasal dari hutan tanaman; Pengetatan pemberian Izin Usaha-IPHHK.
Menurut Syamsudin, Kepala Seksi Pengolahan Industri Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, saat ini pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tidak lagi mengeluarkan izin untuk industri primer yang akan memanfaatkan kayu yang berasal dari hutan alam. Setelah dilakukan revitalisasi dan pengetatan perizinan, kini industri yang aktif di Sumatera Selatan tinggal 72 industri dengan kapasitas untuk kayu gergajian 487.100 m3, plywood 276.000 m3, MDF (medium density fiberboard) 220.000 m3, Veneer 12.000 m3, serta Pulp 2.250.000 m3 per tahun. Jumlah ini jauh menurun dibanding tahun 1990-an yang mencapai 234 industri kayu. Dari jumlah itu, empat industri kayu telah menggunakan mesin rotary baru dengan diameter sisa log core mencapai 3-8 cm dengan kapasitas total 152.000 m3/tahun. Saat ini Pemprov Sumatera Selatan terus menggalakkan penggunaan bahan baku kayu non hutan alam dan penggantian mesin rotary dengan diameter sisa log core kecil bagi industri perkayuan.
Potensi kayu karet di provinsi ini cukup besar, mengacu data Dinas Perkebunan Sumatera Selatan tahun 2004, lahan karet yang ada mencapai 900.000 hektar. Luasan ini merupakan lahan karet terluas di seluruh Indonesia. Sekitar 129 ribu hektar diantaranya merupakan lahan karet yang sudah tua dan tidak produktif lagi. Potensi kayu yang ada dari kayu karet tua yang perlu diremajakan sekitar 6,5 juta m3. Sedangkan peremajaan normal yang dilakukan per tahun umumnya sekitar 4% dari luas kebun karet yang ada atau sekitar 36.000 hektar. Dengan asumsi per hektar menghasilkan 50 m3 kayu, maka kayu hasil peremajaan ini bisa menghasilkan 1,8 juta m3 kayu karet yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku industri kayu. Potensi sebesar ini dapat menjamin kesinambungan pasokan bahan baku industri kayu dengan bahan baku kayu karet sebagai substitusi kebutuhan pasar produk plywood dari kayu alam di provinsi Sumatera Selatan.
Volume kayu sebanyak ini merupakan peluang pengembangan industri veneer/kayu lapis dari kayu karet. Sebagai gambaran, industri veneer/kayu lapis skala sedang dengan kapasitas 30.000 m3/tahun dapat menyerap 300 tenaga kerja, baik pada industri maupun pada kegiatan eksploitasinya. Dengan potensi sebesar 1,8 juta m3/tahun atau setara dengan 1,25 juta m3 veneer atau plywood 900.000 m3/tahun dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 12.500 orang.
Dari pengamatan kami, perusahaan yang telah melakukan efisiensi mesin dan menggunakan bahan baku kayu yang berasal dari kayu rakyat dan perkebunan, perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan membuka lapangan kerja baru. Sebagaimana dikemukakan Sukriadi, Direktur Operasional PT Wahana Lestari Makmur Sukses, pihaknya telah membuka industri pengolahan kayu veneer dengan kapasitas 6 ribu meter kubik per tahun di Kabupaten Ogan Ilir yang menggunakan bahan baku kayu karet yang berasal dari masyarakat.
Dengan 3 buah mesin rotary, industri ini mampu mengolah bahan baku kayu karet dan kayu sengon berdiameter sekitar 50-60 Cm dengan diameter sisa/core hingga 3-4 cm. Sedangkan tenaga kerja yang mampu diserap sebanyak 80 orang. Veneer yang dihasilkan dikirim ke Jambi untuk diproses lebih lanjut menjadi kayu lapis/plywood. Hingga saat ini kebutuhan bahan baku masih dapat dipenuhi, baik dari karet rakyat maupun perkebunan. Pihaknya sudah mengadakan kerjasama dengan PTPN VIII untuk pemenuhan bahan baku kayu karet sebanyak 10.000 m3.
Untuk menjaga keberlangsungan pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu karet rakyat, masyarakat diberi bibit dan pupuk serta biaya kompensasi sebesar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per hektar. Umumnya masyarakat menyambut baik pemanfaatan kayu karet yang sudah tidak produktif ini, karena selama ini kayu karet yang sudah tua harus ditebang sendiri dan tidak ada yang memanfaatkannya.
Lebih jauh Sukriadi menambahkan bahwa selain kayu karet, Sumatera Selatan juga potensial dengan kayu sengon. Hampir di seluruh kabupaten dapat dijumpai kayu sengon hasil kegiatan sengonisasi yang belum termanfaatkan secara optimal. Di samping itu terdapat pula beberapa HTI yang siap panen yang belum melakukan penebangan karena kesulitan pemasaran. Sedang di hutan rakyat banyak dijumpai pula kayu akasia dan pulai, disamping banyak lahan kosong milik masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi hutan tanaman rakyat. Semua potensi ini sangat prospektif bagi pengembangan industri kayu non hutan alam.
Arah revitalisasi industri kehutanan
Secara nasional, saat ini sebagian besar industri kehutanan masih bertumpu pada bahan baku kayu dari hutan alam, sedangkan kemampuan produksi kayu dari hutan alam menurun sehingga terjadi kesenjangan kemampuan pasokan bahan baku kayu dengan kebutuhan industri.
Kayu bulat yang bukan berasal dari hutan alam pada umumnya berdiameter kecil sehingga tidak efisien jika diproses dengan mesin rotary lama yang pada umumnya hanya mampu mengolah/mengupas sampai sisa log core berdiameter 20-25 cm. Namun dengan mesin rotary yang menggunakan teknologi baru, kayu bulat dengan diameter kecil mampu diolah hingga sisa log core berdiameter 3-8 cm, tergantung jenis kayu dan mesin yang digunakan.
Dengan demikian, sejalan dengan upaya revitalisasi industri kehutanan maka industri primer hasil hutan kayu ke depan diarahkan untuk hutan alam sebagai bahan baku andalan. Revitalisasi industri kehutanan juga diarahkan untuk menggunakan mesin rotary berteknologi baru sehingga lebih efisien dalam penggunaan bahan baku, hemat energi serta ramah lingkungan.
Program revitalisasi industri kehutanan diarahkan agar industri kehutanan bertumpu pada bahan baku andalan dari kayu hutan tanaman, termasuk memanfaatkan bahan baku dari hutan tanaman rakyat dan kayu perkebunan berupa kayu hasil tebangan dalam rangka peremajaan perkebunan karet, sawit, dll. Sedangkan bahan baku kayu dari hutan alam dimanfaatkan untuk produk khusus yang bernilai tinggi. Diharapkan pula semua industri perkayuan melakukan kerjasama kemitraan dengan masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat atau perkebunan rakyat dalam pemenuhan pasokan bahan baku.
Lima tahun terakhir ini terdapat beberapa industri yang mulai memanfaatkan kayu HTI, hutan rakyat dan kayu tebangan perkebunan sebagai bahan baku industri primer hasil hutan kayu. Disamping itu beberapa perusahaan juga telah melakukan kerjasama kemitraan dengan masyarakat sekitar dengan memberikan bantuan bibit untuk penanaman hutan rakyat sebagai pasokan bahan baku industri untuk waktu mendatang.
Terdapat beberapa pola yang digunakan perusahaan untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat. Pola yang digunakan tergantung kebutuhan dan keinginan masyarakat. Ada masyarakat yang menginginkan diberi kompensasi berupa bibit, pupuk dan sejumlah uang. Kelompok masyarakat lainnya hanya membutuhkan bibit dan uang, atau pupuk dan uang. Ada pula kelompok yang hanya membutuhkan uang saja, karena bibit dan pupuk sudah dimiliki oleh mereka. Penggunaan bahan baku kayu karet atau kayu lainnya dari lahan masyarakat merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Masyarakat akan terbantu karena terbukanya lapangan kerja baru di samping terbantu juga dalam meremajakan tanaman karet serta mengurangi resiko pembakaran lahan/kebun. Dari sisi perusahaan, pasokan kayu akan terjamin dan terbukanya peluang untuk mengembangkan hutan kemasyarakatan. Sedangkan pemerintah daerah akan terbantu dalam mengentaskan kemiskinan di samping dapat meningkatkan pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi. (rd)